Hari ini disemua Perkampungan dan Sub Camp, melakukan acara yang sama yaitu: Pagi: Gastronomic Delight, Siang: Festival, Pop & Games, Malamnya: New Years Eve. (Biasanya 8 modul kegiatan dilakukan tidak bersamaan , seperti kemarin A3, B3, C3 & D3 activitiesnya “Heritage”, di putri (D1) juga A1, B1 & C1 : “Exploring Nature”).
Tidak seperti hari sebelumnya hari ini relatif lebih santai, pagi ini acaranya Gastronomic Delight yaitu pertukaran kebudayaan dalam hal ini makanannya. Setiap kontingen negara diberi jatah tempat di “saung” (1 saung untuk 2 negara, kita pa belakang belakang dg Eurasia). Pada kesempatan ini kita menyajikan gado gado/pecel dan Gontor menyajikan nasi berkat. Nasi berkat buatan anak gontor “kelihatannya” menarik (enak), tapi begitu dicoba tidak seperti penampilannya, terlihat dari reaksi para tamu yang mencobanya. (saya sendiri enggan mencobanya).
Pengalaman yang membuat saya enggan mencoba makanan anak gontor, karena mereka punya kebiasaan “makan bersama”. Mereka sering “makan bersama di satu meja”, dimana makanan yang akan dimakan diaduk/”ditambrukeun” menjadi satu dimeja (kalau ada karton/kertas dipake untuk alas, kalau ngga ada langsung dimeja), begitu ada perintah dari pembinanya, mereka menyerbu makanannya, sambil berdiri bergerombol makan pake tangan, yang telat atau badannya kecil pasti kebagian sisa atau ngambil disela sela badan rekannya yg lain dan dalam waktu sekejap ludes. Maaf, persis seperti sekawanan “bukan manusia”. Hal itu sepertinya membanggakan buat mereka (seniornya), ok lah kalau dilakukan cuma sekali-kali dan tujuan “sebenar”nya untuk kebersamaan. (saya juga pernah melakukan hal ini), tapi kalau dilakukan sering/berkali kali, Kesannya jadi jauh berbeda ! Sekali lagi maaf, bukan saya mau mendeskriditkan anak anak Gontor, tapi saya hanya menceritakan apa adanya dan menceritakan yang “berkesan” buat saya. Dan karena tingkah mereka “Over”, jadi banyak cerita tentang mereka.Yang positifnyapun tentu ada. (tapi lebih banyak negatifnya ) 🙁

Berbeda dg makanan kita (regu 3 & 4) yaitu gado gado, walaupun gado gadonya cuma terdiri dari timun dan kacang panjang saja, tetapi karena bumbunya cukup enak dan mentimunnya segar (dingin,tambah terus dari super market) maka laris sekali. Bumbunya buatan pembina putri dari Jateng. Ceritanya kita mau buat sendiri bumbunya, tapi kita kehabisan kacang dan mau minta ke putri Jateng. Sampai disana bukan dikasih kacang tapi sudah jadi bumbu. Yach tentu saja rasanya enak, karena mereka sudah biasa bikin. Disamping itu saya & anak anak mengeluarkan semua makanan khas daerah untuk disajikan. Jadilah stand kita cukup lengkap dan ramai, selain nasi berkat dan gado gado, disajikan juga “cemilan”: Kacang bogor, keripik ikan belida, pisang sale, tempe goreng, dodol sirsak dan 1 macam lagi yg saya lupa. Yang paling bagus adalah kontingen Jepang mereka bikin mie hijau, gayanya persis seperti di restoran Jepang (koki & pelayannya pake baju Jepang merah dan ikat kepala) dan standnya dihias ala Jepang pula. Tapi yang paling enak adalah Stand Mexico, mereka menyajikan “Tacos” yaitu semacam roti seperti pizza, tapi tipis dan kering dengan “baby ribs” bumbu asam pedas. (Saya tidak tahu iga daging apa, tapi di Thailand tidak dijual daging sapi). Mereka masak berketel ketel, karena laku abis.

Kita semua yang ada disana (terutama yang menjadi penjaga stand) berpakaian daerah. Arif, Iman & Sindhu memakai baju priyayi khas Jabar lengkap dg “blankon”nya, anak Kaltim memakai baju dayak dan anak Gontor memakai pakaian reog Ponorogo. Anak kita agak kepanasan soalnya bajunya bikin gerah, tapi anak kaltim mah enak, soalnya mereka hanya pake kaya semacam rompi saja. Suasananya seperti pesta kostum sambil barbeque di kebun, maka tak heran banyak yang berfoto ria dan acara berlangsung menyenangkan. Semua saling mencoba hidangan khas negara lain dan mencoba untuk menjalin komunikasi. Bagus lah !

Setelah lewat tengah hari kita beres beres, dan kita harus mempersiapkan untuk acara berikutnya yaitu “Festival, Pop & Games”. Tapi anak Gontor sebelum acara selesai sudah “menghilang”, lebih parah lagi “sepeda” saya ikut raib. Rupanya waktu sepeda saya dipinjam anak Kaltim untuk mengambil bumbu di putri Jateng , pulangnya mereka lupa mengunci. Langsung deh diembat! Begitu saya tahu sepeda saya raib, saya langsung tanyakan kesemua anak- anak, tapi tidak ada yg tahu. Saya pikir mungkin dipakai sebentar saja (waktu itu Jam 10 pagian). ( Nanti kita teruskan ceritanya)

Siang itu di “Festival, Pop & Games”, kita menyajikan permainan “Gobak Sodor” atau kalau di Jabar dikenal sebagai permainan “Galah”. Kita (tanpa anak Gontor) membuat arena (garis) darurat dng menggunakan tali rafia dan mempraktekkan/main permainan itu. Pertama yang main hanya kita saja, tapi dalam sekejap banyak yang berminat untuk mencoba permainan ini. Tidak hanya putra, tapi putripun banyak yang mau mencoba. Akhirnya saya & anak anak menjadi wasit & fasilitator permainan ini (megangin tali rafia :)). Sampai sore dan kita kecapaian, tetap saja peminatnya masih banyak. Akhirnya kita serahkan saja ke mereka untuk main sendiri.

Nah, ketika kita sedang istirahat, rombongan anak Gontor pulang. Langsung saya “naik”. Saya semprot abis mereka semua disana. Ngga peduli udah pada gede ataupun banyakkan. Kalau dibiarkan terus mereka bisa makin “ngelunjak” dan yang paling ditakuti kalau mereka tidak tahu kalau perbuatan mereka itu tidak bagus/benar. Semua diam dan tidak bergeming. Tapi tetap saja tidak ada satupun yang mengaku memakai. Akhirnya saya tinggalkan mereka dan saya “lapor” pembinanya. Pembinanya menyuruh mereka mencari ke putri Gontor di B1. Tetapi jawabannya tetap tidak ditemukan. Memang ke perkemahan kita sering datang/ada IST Gontor, merekapun menyewa sepeda. Dan anak gontor sering meminjamnya. Jadi di camp kita sering ada 3 sepeda. Saya selalu kunci sepeda saya, sehingga kalau ada yg mau pake saya tahu siapa yang pinjam dan untuk keperluan apa. Dan sudah dua kali sepeda saya dipinjam anak Gontor dan dua kali pula saya harus memperbaikinya. Pertama rantainya menjadi kendor, kedua kali dipinjam mau dipake sudah kempes, tapi saya sabar saja.Tapi sekarang bener bener keterlaluan ….sudah bukan kembali dengan keadaan rusak lagi, malah bener bener ngilang.. (karena kecerobohan anak KalTim yang terakhir pinjam dan tidak dikunci, maka sekarang sepeda itu tidak tahu kemana rimbanya). Sampai malam waktu mau berangkat ke acara New Year Eve, sepeda masih belum ada. Bener bener gila, saya pikir ! Ini orang yang pake bener bener seenaknya ! Atau hilang ?…. Akhirnya waktu semua disuruh pergi ke Central Arena untuk merayakan New Year Eve saya tidak ikut. Males, kesal …semua campur aduk! Akhirnya saya lapor ke petugas Sub Camp dan menuliskan di Lost and Found. Tiba tiba terbersit dibenak saya untuk mencek sendiri ke Gontor Putri di B1, khan tidak terlalu jauh. Sesampainya disana ada 2 sepeda nangkring. Dan ada 1 pembina putra Gontor disana. Begitu saya lihat nomor sepedanya, ternyata itu sepeda saya! Saya tanyakan kepadanya siapa yang pake sepeda saya dan sudah berapa lama ada disana? Tapi jawabannya dia baru saja datang dan tidak tahu apa apa. Saya tidak mau banyak berdebat, saya cuma bilang 1 hal kepadanya, siapapun yang pake sepeda saya, kalau dia laki laki, datang pada saya dan minta maaf. (sampai terakhir bertemu dengan mereka tidak ada satupun yang datang dan mengaku, dan saya merasa kasihan tentang itu).
Malah saya pada malamnya mengumpulkan mereka, dan minta maaf karena saya memarahi mereka dengan “keras”, tapi mulai saat itu mereka jadi tidak terlalu “liar” lagi dan saya pikir baguslah !

Sesudah menemukan sepeda kembali,” semangat hidup” saya bangkit lagi. Saya akhirnya memutuskan untuk menyusul ke Central Arena. Disana seperti biasa penuh dengan orang yg bergembira hanyut bersama hiburan yang disajikan. Kali inipun saya tidak berhasil menemukan “anak anak” saya, walaupun saya sudah “kukulibekkan” (kesana kemari) nyariin. Seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya sebaiknya peserta memakai pakaian daerahnya, banyak yang pakai tapi banyak juga yang pakai baju seadanya. 60 Detik menjelang jam 12, kita bersama sama menghitung mundur sampai tepat jam 12 malam. Terompet, peluit, genderang dan apa saja yang bisa dibunyikan dibunyikan saat itu. Kembang api dinyalakan. Orang orang saling bersalaman dan memberikan ucapan selamat tahun baru. Saya pada saat itu juga ikut larut dan sempat mengambil beberapa foto.
Akhirnya saya bisa berhasil melalui tahun 2002 yang penuh tantangan itu, dan akhirnya atas berkat Tuhan semua menjadi baik adanya. Semoga di tahun 2003 ini kita semua dilindungi dan diberkati selalu oleh Tuhan. Amin !

Cerita & kesan Arif :
Gastronomic Hari itu kita make baju daerah, ngejajain makanan di stand. Saya sempet nyobain punya orang Mexico. Pertama diliat sih kaya buah segede jempol, warnanya ijo. Pas dicobain, itu yang namanya cabe!!!!! Pedesnya booo!!!!!! Waktu meragain permainan, neranginnya ngebosenin, soalnya cuman ngeliatin aja, gak ikutan maen. Saya ngeliatin aja orang Jepang maen kendo

(222) view

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.